DARI 10 KG MENJADI 75 KG
Oleh:
Nita Yoshepa, ST (FK Lembeyan)

Semakin hari permintaan tempe bu Semi semakin meningkat. Hal ini disebabkan kwalitas tempe bu Semi
yang bagus yaitu terbuat dari Kedelai dan Ragi, tidak ada bahan campuran
lainnya. Pada waktu kami mengunjungi ke
rumahnya sambutan bu Semi terkesan ramah, dilantai rumahnya sudah berjajar-jajar
tempe yang sudah selesai di kemas. kami selanjutnya berbincang-bincang menanyakan
seputar usaha pembuatan tempenya. Dari
hasil perbincangan kami didapatkan berbagai informasi
perkembangan usahanya
seperti : Kebutuhan kedelai untuk perharinya sekarang sudah mencapai 75kg/hari,
pembeliannya tidak lagi di Gorang gareng yang harus pesan terlebih dahulu,
namun di Kab. Ponorogo. sekali belanja mencapai 1 ton. Kendalanya untuk saat ini
dengan sulitnya mencari bahan bakar solar terkadang harga Kedelai tidak stabil,
namun demi memenuhi kebutuhan pasar tetap saja dibelinya. Pemasaran tempe ini juga semakin meluas,
tidak hanya di Pasar Kec. Lembeyan namun ke Pasar luar kecamatan yaitu
Kecamatan Parang.
Dengan meningkatnya
permintaan pasar ini, bu Semi bersama anaknya kewalahan untuk melaksanakan
produksi sendiri, 2 orang tetangganya akhirnya diangkat sebagai pegawai bu
Semi. 1 orang bagian penggilingan dan 1 orang bagian pengepakan. Gaji masing-masing pekerja diberikan secara
bulanan, untuk bagian penggilingan Rp. 600 rb/bulan dan bagian pengepakan/ pembungkusan
Rp 250.000/bulan. Jika menjelang Hari
raya Idul Fitri yang berkisar 10 hari terakhir bulan puasa sampai dengan 10
hari pasca lebaran perharinya membutuhkan kedelai sebanyak 2 kwintal dan
pegawainya mencapai 5 orang. Pemasaran
pada hari Raya juga lebih luas lagi yaitu di Pasar Kec. Lembeyan, Kec. Parang,
Pasar Danyang Kec. Ponorogo dan Pasar
Sampung Kec. Ponorogo.
Kami
melihat alat penggilingan tempe berjumlah 1 unit kondisinya sudah usang. Anaknya bu Semi berharap
agar mendapatkan bantuan Alat penggiling tempe, dan mengharapkan harga kedelai
yang stabil. Tempat produksi Tempe di
ruang Dapur yang masih di renovasi,
diruang itu terdapat mesin penggiling kedelai, bak-bak untuk mencuci
kedelai setelah di giling. Adapun proses
pembuatannya dimulai dengan merebus kedelai , merebusnya masih secara
tradisional yaitu menggunakan bahan bakar kayu, setelah itu digiling kemudian
di cuci ke dalam beberapa bak. Ternyata
air bekas cucian kedelai ini tidak dibuang begitu saja, namun digunakan untuk
minuman ternak bu Semi dan juga diberikan pada ternak tetangga
disekitarnya. Demikian hasil kunjungan
kami ke tempat pembuatan Tempe Bu Semi yang masih membutuhkan Bimbingan dari
berbagai pihak, yang walaupun demikian dengan segala keterbatasannya sudah ikut
andil dalam memberikan lapangan pekerjaan bagi tetangga di sekitarnya
(h)
ReplyDelete